Senin, 18 Maret 2013

Akuntansi Dasar: Akun, Jenis dan Nama Akun, Menurut Akuntansi

By : Irfan Setiawan 

Mungkin anda sudah tahu definisi, fungsi, dan cabang-cabang akuntansi. Hal penting berikutnya adalah menguasai akun, kode dan bagan akun atau chart of accounts (COA). Apa itu akun menurut akuntansi dan apa fungsinya? Mengapa akun diperlukan? Apa saja jenis-jenis akun dalam akuntansi? Apa itu Saldo Akun? Itulah topik pertama yang akan saya bahas, sekaligus sebagai perkenalan pertama dengan pembaca JAK.

Apa itu Akun Secara Umum?

Sebelum era internet datang, khususnya di Indonesia, istilah “akun” (account) jarang digunakan di luar wilayah bisnis. Masyarakat umum lebih sering menggunakan kata “rekening” dibandingkan “akun”. Misalnya:
  • Orang tidak menyebut akun telepon, melainkan “rekening telepon”.
  • Orang tidak menyebut akun listrik, melainkan “rekening listrik”.
  • Orang tidak menyebut akun air, melainkan “rekening air”
  • Orang tidak menyebut akun bank, melainkan “rekening bank”.
Akun” adalah kata serapan dari bahasa inggris yaitu “account” yang artinya: tempat penampung catatan aktivitas yang tersusun secara koronologis berdasarkan sistim urut tertentu (tanggal misalnya). Sedangkat kata “rekening”, jika saya tidak keliru, adalah bahasa Belanda yang artinya “tagihan” atau dalam bahas Jerman disebut “rechnung” yang artinya juga tagihan.
Setelah era internet tiba, perlahan namun pasti, istilah “akun” makin sering digunakan oleh masyarakat umum, lalu timbul akun-akun yang sifatnya non-keuangan (non-financial accounts) misalnya: akun surat elektronik (email), akun komunitas tertentu (media sosial, forum, blog), dlsb. Saya menulis di JAK pun harus punya akun JAK terlebih dahulu :D

Anatomi Akun Secara Umum

Baik akun atau rekening listrik, telepon, bank, email, media sosial, sama-sama memiliki anatomi sebagai berikut:
  • Identitas Utama Akun (Account’s ID) – Baik itu akun keuangan maupun non keuangan, pasti memiliki identitas utama yang berfungsi sebagai pembeda antara suatu akun dengan akun lainnya. Identitas akun bisa jadi diwakili dengan nama akun atau kode-akun atau keduanya.
  • Keterangan Akun (Account’s Descriptions) – Keterangan akun, baik keuangan maupun non-keuangan sama-sama menjelaskan tentang keberadaan suatu akun, dilengkapi dengan ikhltisar (summary) dari aktivitas akun tersebut.
  • Aktivitas Akun (Account’s Activity)– Kecuali akun yang tidak aktif (idle account), baik yang keuangan maupun non keuangan, sudah pasti ada isinya, yang tiada lain adalah aktivitas yang dilakukan oleh pengguna akun terkait dengan akun tersebut. Akun email isinya berupa arsip email masuk maupun keluar. Akun bank isinya arsip catatan transaksi kas masuk dan keluar. Akun listrik isinya berupa catatan penggunaan listrik. Dan lain sebagainya.
Itu akun secara umum, sebagai pengantar.
Di tulisan ini saya akan fokus untuk membahas akun, kode akun dan bagan akun di wilayah yang sangat spesifik, yaitu: AKUNTANSI.

Apa itu Akun Menurut Akuntansi?

Akuntan dan calon akuntan, sejak di masa kuliah hingga bekerja, sudah sangat familiar dengan istilah “akun”, aktivitas harian tak jauh-jauh dari urusan akun (mulai dari urusan setup system/software akuntansi, pencatatan, pengelompokan, pelaporan, analisa, hingga pemeriksaan laporan keuangan).
Akuntan senior (baca: angkatan lama) lebih suka menggunakan istilah “rekening” atau “pos” (post) untuk menyebut akun, dalam PSAK barupun saya masih sering menemukan istilah “pos”,  itu sebabnya mengapa pekerjaan mencatat dan mengelompokan transkasi ke akun-akun sering disebut “posting”.
Mau disebut akun, rekening, pos, tak masalah. Yang jelas pengertian dan fungsinya sama saja, yaitu: sebagai penampung transaksi keuangan yang disusun secara kronologis berdasarkan tanggal transaksi. Misalnya:
  • Akun/rekening/pos “Kas” – Penampung transaksi-transkasi dalam bentuk kas (tunai)
  • Akun/rekening/pos “Penjualan” – Penampung transaksi-transaksi Penjualan
  • Akun/rekening/pos “Biaya Penyusutan Gedung” – Penampung transkasi-transkasi biaya penyusutan gedung
  • Akun/rekening/pos “Piutang Dagang” – Penampung transaksi-transkasi piutang
  • Dan seterusnya.

Mengapa Akuntansi Perlu Akun-akun?

Sederhananya seperti ini:
  • Pertama, tujuan utama akuntansi adalah untuk menyajikan informasi/data keuangan bermanfaat yang bisa dijadikan sebagai input atau bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan bisnis.
  • Kedua, agar bisa bermanfaat sebagai input dalam pengambilan keputusan bisnis, maka informasi keuangan harus bersifat: (a) akurat; (b) relevan; dan (c) mudah dipahami oleh pihak-pihak yang memerlukan (pengguna laporan keuangan: manajemen, pemegang saham, kreditur dan pemerintah).
  • Ketiga, agar mudah dipahami maka informasi keuangan perlu disajikan secara sistematis, logis, dan mudah dianalisa.
  • Keempat, agar tersaji secara sistematis, logis dan mudah dianalisa, maka informasi atau data keuangan tidak disajikan dalam kondisi mentah dan acak, melainkan harus terklasifikasi dan tersusun sedemikian rupa, sesuai dengan karakter usaha, seperti format laporan keuangan yang kita gunakan saat ini.
Itu sebabnya mengapa mekanisme proses akuntansi berlangsung secara bertahap, sebagai berikut:
  • Tahap-1. Mengumpulkan dan menganalisa bukti transaksi
  • Tahap-2. Menghitung transaksi (mengukur)
  • Tahap-3. Mencata transaksi (mengakui)
  • Tahap-4. Mengklasifikasikan transaksi ke dalam akun yang sesuai
  • Tahap-5. Menyusun laporan keuangan (melaporkan)
Catatan: Jika menggunakan software akuntansi, proses klasifikasi di tahap-4 berlangsung secara otomatis pada saat proses pencatatan (tahap-3) dijalankan.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa, akun diperlukan dalam akuntansi sebagai penampung transaksi yang telah terklasifikasi.

Jenis-Jenis Dan Nama Akun Dalam Akuntansi

Dari pemaparan di atas bisa dikatakan bahwa, akun adalah representasi atau perwakilan dari suatu kelompok transaksi. Misalnya: akun “piutang dagang” adalah wakil dari transasksi-transaksi piutang dagang yang jumlahnya mungkin puluhan, ratusan atau bahkan ribuan.
Ada berapa jumlah akun dalam akuntansi, akun apa saja itu?
Disajikan dalam 2 elemen utama Laporan Keuangan, akun-akun tersebar dalam Laporan Posisi Keuangan (Neraca) dan Laporan Laba Rugi, sehingga secara keseluruhan akun-akun dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu:
1. Akun TEMPORAL (Temporary Accounts) – Adalah kelompok akun yang nilai saldonya bersifat temporal atau sementara saja, dalam pengertian: nilai saldo akun kelompok ini hanya ada selama kurun waktu suatu periode saja, untuk kemudian ditutup di akhir periode buku. Akun temporal juga sering disebut “Akun NOMINAL” (nominal accounts). Masuk dalam kelompok akun temporal atau akun nominal adalah akun-akun yang disajikan dalam Laporan Laba Rugi. Pada proses tutup buku di akhir periode seluruh akun yang masuk dalam kelompok ini “DITUTUP”, dengan kata lain nilai saldo semua akun “DI NOL-kan” dengan cara: mendebit akun “Pendapatan”; dan mengkredit akun HPP dan “Biaya Operasional”  dengan akun “Laba Rugi”. Kelompok akun ini kemudian dibagi menjadi beberapa sub-kelompok, yaitu:
a. Akun sub-kelompok “Pendapatan” (Revenue) – Terdiri dari akun yang diberi nama:
  • Penjualan (Sales) – Untuk menampung transaksi penjualan
  • Retur Penjualan (Sales Return) – Untuk menampung transkasi retur penjualan atau barang kembali (jika menggunakan metode bruto)
  • Diskon (Discount) – Untuk menampung transaksi diskon (jika menggunakan metode bruto)
  • Pendapatan Lain-lain (other revenues) – Untuk menampung transaksi pendapatan yang berasal dari aktivitas di luar aktivitas utama usaha (sering disebut peredaran di luar usaha), termasuk pendapatan bunga jasa giro dari rekening bank.
b. Akun sub-kelompok “Harga Pokok Penjualan” (Cost of Goods Sold) – Terdiri dari akun yang diberi nama:
  • Upah Buruh (Labor Cost) – Upah bagi pegawai/buruh yang dibayar secara harian atau upah satuan
  • Pembuatan Sample (Sampling) – Pembuatan sample produk sebelum produksi, termasuk bahan baku dan proses
  • Pengemasan (Packing) – Pengemasan produk, termasuk bahan baku dan proses
  • Pengiriman (Shipping) – Pengiriman barang ke pembeli, baik sample maupun produksi.
  • Listrik Pabrik (Electricity)– Penggunaan listrik yang dialokasikan untuk aktivitas produksi, termasuk penerangan, pemanas dan pendingin gudang penyimpnanan bahan baku dan barang jadi.
  • Penyusutan Bangunan Pabrik – Penyusutan bangunan pabrik dan gudang penyimpanan bahan baku dan barang jadi
  • Pemeliharaan Bangunan Pabrik – Pemeliharaan gedung, termasuk pemeliharaan instalasi listrik.
  • Penyusutan Mesin – Penyusutan mesin-mesin yang digunakan untuk proses produksi, temasuk di dalamnya mesin pendingin (non-AC), pemanas, genset.
  • Pemeliharaan Mesin – Pemeliharaan mesin produksi (lihat mesin di atas), termasuk pemeliharaan instalasi mesin.
  • Penyusutan Peralatan Pabrik – Penyusutan peralatan kerja di produksi
  • Pemeliharaan Peralatan – Pemeliharaan peralatan kerja di produksi
c. Akun Sub-Kelompok “Biaya Operasional” (Operating Expenses) – Terdiri dari akun yang diberi nama:
  • Administrasi Umum – Biaya adminstrasi umum seluruh perusahaan
  • Gaji Pegawai Kantor – Gaji pegawai tetap disemua bagian (termasuk di bag produksi)
  • Stationary & Supplies – Penggunaan stationary dan supplies seluruh bagian, termasuk toiletries, pencetakan form/blanko dan foto copy.
  • Penyusutan Bangunan Kantor – Penyusutan bangunan kantor dan bangunan-bangunan lain di luar pabrik dan gudang penyimpanan, termasuk bangunan parkir dan post penjagaan.
  • Pemeliharaan Bangunan Kantor – Pemeliharaan untuk bangunan kantor (lihat bangunan kantor di atas)
  • Penyusutan Peralatan Kantor – Penyusutan perlatan yang tidak digunakan untuk aktivitas produksi, termasuk di dalamnya komputer dan AC di seluruh bagian)
  • Penyusutan Furniture – Penyusutan furniture (meja & kursi) di seluruh bagian perusahaan
  • Pemeliharaan Furniture – Pemeliharaan untuk furniture (lihat furniture di atas)
  • Penyusutan Kendaraan – Penyusutan kendaraan operasional kantor, termasuk kendaraan dinas yang digunakan oleh executive, manajer, dan pegawai di seluruh bagian.
  • Pemeliharaan Kendaraan – Penyusutan kendaraan operasional (lihat kendaraan di atas), termasuk SAMSAT & KIR
  • Asuransi – Biaya asuransi bangunan, mesin dan pegawai.
  • Listrik Kantor – Listrik yang digunakan untuk keperluan kantor termasuk aktivitas-aktivitas yang tidak ada di bagian produksi
  • Telepon – Penggunaan telepon di seluruh bagian (fixed line dan cellular), termasuk penggunaan mobile phone yang digunakan oleh executive, manager dan pegawai yang ditanggung oleh perusahaan.
  • Perjalanan Dinas – Biaya-biaya yang timbul akibat aktivitas peralanan dinas, ticket, akomodasi, transportasi, termasuk akomodasi dan transaportasi tamu perusahaan yang berkunjung dan ditanggung oleh perusahaan.
  • Iklan & Promosi – Iklan dan promosi untuk keseluruhan bagian, termasuk iklan lowongan dari HRD.
  • Lain-Lain – Biaya-biaya operasional yang tidak bisa digolongkan kedalam akun yag telah ada.
  • Pajak Penghasilan – Pajak penghasilan perusahaan (PPh Badan)
  • Bunga – Bunga atas pinjaman baik dari bank maupun institusi lain.
2. Akun PERMANEN (Permanent Accounts) – Adalah kelompok akun yang nilai saldonya bersifat permanen alias TETAP, dalam pengertian: nilai saldo akun kelompok ini selalu tersedia, tidak pernah ditutup, selama perusahaan beroperasi. Akun permanen juga sering disebut “akun RIIL” (real account). Masuk dalam kelompok akun permanent atau akun riil adalah akun-akun yang disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan alias Neraca. Akun-akun dalam kelompok ini TIDAK PERNAH DITUTUP. Nilai saldo kelompok akun ini terus diroll alias dilanjutkan diperiode-periode berikutnya. Teknisnya, saldo akhir di suatu periode akan menjadi saldo awal di periode berikutnya. Kelompok akun ini kemudian dibagi menjadi beberapa sub-kelompok, yaitu:
a. Sub-Kelompok “Aset Lancar” (Current Assets) – Meminjam penjelasannya IAS 1 dan PSAK 1, Aset Lancar adalah aset (kekayaan perusahaan) dalam bentuk kas atau setara kas untuk menyelesaikan kewajiban (utang/laibilitas) sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan; ATAU dapat direalisasikan dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal laporan posisi keuangan; ATAU dapat direalisasikan dalam “siklus operasi normal” perusahaan; ATAU dimiliki untuk maksud diperdagangkan. Masuk dalam sub-kelompok ini adalah akun-akun yang diberi nama:
  • Kas Kecil – Ase berupa kas atau uang tunai yang disimpan secara fisik di dalam perusahaan (selain check)
  • Kas Bank – Aset berupa kas yang ada di bank baik dalam bentuk tabungan maupun giro
  • Investasi Jangka Pendek – Aset berupa efek ekuitas dan ekuitas sekuritas yang diperdagangkan
  • Piutang Dagang – Aset berupa tagihan kepada pelanggan yang timbul dari operasional normal perusahaan, termasuk: piutang pada pelanggan, piutang pada perusahaan afiliasi, piutang pada karywan (staf, manager, eksekutif).
  • Persediaan – Aset tersimpan, entah untuk digunakan sendiri (misal: bahan baku, barang dalam proses) atau untuk dijual ke pihak lain (misal: persediaan barang jadi).
  • Uang Muka Biaya & Deposit – Aset yang timbul akibat pembayaran dimuka untuk biaya yang manfaatnya tidak habis terpakai dalam satu periode, itu sebabnya akun ini sering diberi nama “Biaya Dibayar Dimuka.” Misalnya: sewa dibayar dimuka, asuransi dibayar dimuka, dan aset pajak tangguhan jangka pendek.
b. Sub-Kelompok “Aset Tak Lancar” (Non-Current Assets) – Aset tak lancar adalah aset (kekayaan perusahaan) yang tidak memenuhi kriteria yang disebutkan dalam kelompok “aset lancar” di atas. Masuk dalam sub-kelompok ini adalah akun-akun yang diberi nama:
  • Investasi Jangka Panjang – Aset berupa instrument investasi yang disimpan hingga jatuh tempo, yang biasanya berjangka waktu panjang, biasa disebut “held-to-maturity”.
  • Property Investasi – Aset berupa property (=tanah, bangunan/gedung) yang diperoleh bukan untuk digunakan dalam operasional perusahaan secara normal, melainkan untuk mendapat keuntungan tertentu, misalnya dengan cara disewakan atau dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.
  • Tanah – Aset berupa tanah atau lahan yang digunakan untuk operasional persuahaan.
  • Bangunan – Aset berupa bangunan yang digunakan untuk operasional perusahaan, mulai dari tempat parkir, post satpam, gudang, pabrik, kantor, dan lain sebagainya.
  • Mesin – Aset berupa mesin yang digunakan untuk operasional perusahan, mesin apapun itu. Artinya semua mesin di seluruh bagian.
  • Peralatan – Aset berupa perlatan yang digunakan untuk menunjang kelancaran aktivitas operasional perusahaan. Artinya semua peralatan di seuluruh bagian.
  • Furniture – Aset berupa furniture dan mebeler yang digunakan oleh perusahaan, di seluruh bagian.
  • Kendaraan – Aset berupa kendaraan yang dimiliki dan digunakan untuk menunjang kelancaran operasional perusahaan, termasuk kendaraan-kendaraan dinas, baik roda dua maupun roda empat.
  • Aset Tak Berwujud – Aset tak lancar yang tidak memiliki wujud fisik akan tetapi diharapkan akan mendatangkan manfaat baik di masa kini maupun di masa yang akan datang. Misalnya: goodwill, merk, patent, copyright dan biaya organisasional, perijinan.
  • Aset Dimiliki Untuk Dijual – Aset berupa tanah, bangunan, mesin, peralatan, kendaraan, dlsb, yang segera akan dijual. Bisa jadi awalnya untuk operasional, tetapi begitu akan dijual dipindahkan ke dalam akun ini. Bisa dibilang akun ini sesungguhnya sangat jarang digunakan.
  • Aktiva Lain-lain – Aset yang tidak memenuhi kriteria lancar tetapi tidak bisa digolongkan kedalam akun aset tak lancar yang telah disebutkan di atas.
c. Sub-Kelompok “Liabiliats Lancar” (Current Liabilities) – Kewajiban atau liabilitas yang: diharapkan bisa dibayar/dilunasi dalam kurun waktu operasional normal perusahaan; ATAU yang jatuh tempo dalam jangka waktu tidak lebih dari 12 bulan dari tanggal laporan posisi keuangan; ATAU dimiliki untuk maksud diperdagangkan; ATAU perusahaan tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian laibilitas selama sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan. Masuk dalam sub-kelompok ini adalah akun-akun yang diberi nama:
  • Utang Dagang
  • Utang Tertulis Jangka Pendek
  • Utang Upah dan Gaji Pegawai
  • Utang Pajak
  • Utang Lain-lain
  • Pendapatan Diterima Dimuka
  • Deposit Dari Pelanggan
  • Sewa Diterima Dimuka
d. Sub-Kelompok “Liabilitas Tak Lancar” (Non-Current Liabilities) – Kewajiban atau liabiltas perusahaan yang tidak bisa diselesaikan dalam satu siklus atau satu tahun buku. Masuk dalam sub-kelompok ini adalah utang yang diberi nama:
  • Utang Bank Jangka Panjang
  • Utang Sewa Jangka Panjang
  • Promes
  • Premi Asuransi Pensiun
  • Liabilitas Pajak Tangguhan
e. Sub-Kelompok “Ekuitas Pemegang Saham” (Shareholder’s Equity) – Klaim atau kepemilikan pihak luar terhadap kekayaan perusahaan. Masuk dalam sub-kelompok ini adalah akun-akun yang diberi nama:
  • Modal Saham
  • Tambahan Modal Disetor
  • Laba Ditahan
  • Akumulasi Laba/Rugi Komprehensif Lain
Catatan Penting:
Sub-kelompok akun relative pasti dan lumrah digunakan. Sedangkan nama-nama akun yang ada dalam suatu kelompok sub-akun cenderung variatif antara satu perusahaan dengan yang lainnya, tergantung jenis dan karakter operasional perusahaan masing-masing.
Agar dapat gambaran yang lengkap dan komprehensif, terkait topik akun dalam akuntansi, saya singgung sedikit mengenai buku besar (ledger) dan saldo akun (account balance.)

Apa Itu Buku Besar (Ledger) dan Apa Hubungannya Dengan Akun?

Seperti telah disimpulkan di atas, akun adalam penampung transaksi-transaksi keuangan. Kumpulan transaksi-transaksi dalam suatu akun inilah yang disebut “Buku Besar” atau “Ledger”. Sehingga, bisa dibilang bahwa nama suatu akun sekaligus menjadi nama suatu ledger atau buku besar.
Misalnya: Atasan di kantor meminta, “Tolong kirimi saya ledger Penjualan Januari 2013”, artinya: anda diminta untuk mengirimkan data transaksi Penjualan bulan Januari 2013. Data itu bisa anda peroleh dengan mengambil data yang ada di dalam AKUN “Penjualan.”
Contoh Ledger Penjualan (Januari 2013):
01 Jan 2013, Saldo Awal Penjualan = Rp 0
03 Jan 2013, Penjualan ke PT. ABC = Rp 35,000,000 >>> Positive
03 Jan 2013, Diskon Penjualan ke PT. ABC = (Rp 5,000,000) >>> Negative
15 Jan 2013, Penjualan ke PT. XYZ = Rp 70,000,000 >>> Positive
19 Jan 2013, Penjualan PT. DEF = Rp 25,000,000 >>> Positive
31 Jan 2013, Retur Penjualan PT. XYZ = (Rp 15,000,000) >>> Negative
31 Jan 2013, Saldo Akhir = Rp 110,000,000 >>> Positive

Apa Itu Saldo Akun?

Jika atasan tidak punya cukup waktu untuk melihat rincian transaksi, mungkin dia bertanya “Berapa saldo penjualan Januari 2013?”.
Nah, apa itu saldo?
Seperti terlihat dalam contoh ledger sederhana di atas, masing-masing transaksi yang ada dalam suatu akun, memiliki nilai bersatuan Rp (atau USD/EURO/AUD/Yen/Real/dlsb) yang bisa jadi bernilai positive (menambah) atau negative (mengurangi).
Jika semua transaksi bernilai positive dikumpulkan menjadi satu kelompok lalu ditempatkan di suatu sisi dalam format “T-ACCOUNT”, dan semua transaksi bernilai negative dikumpulkan menjadi satu kelompok lalu ditempatkan di sisi lainnya, maka akan timbul selisih. Nah, selisih antara total transaksi bernilai positive dengan negative inilah yang disebut ‘SALDO” atau “BALANCE”.
Jika saya tempatkan dalam format T-Account, maka contoh ledger Penjualan Januari 2013 di atas akan nampak sebagai berikut:
Bagan Akun - T Account
Saldo Per 31 Januari 2013 adalah Rp 110,000,000 yang tiada lain adalah “selisih” atau “penyeimbang” antara total transaksi yang bernilai negative (mengurangi) dengan yang bernilai positive (menambah). Karena bersifat menyeimbangkan inilah maka disebut “balance” atau “saldo”. Saldo di awal periode disebut “Saldo Awal”, sedangkan yang di akhir periode disebut “saldo akhir”.
Contoh:
Menggunakan contoh ledger Penjualan di atas:
  • Berapa “saldo awal” akun penjualan Januari 2013? Jawab: 0 (nol).
  • Berapa “saldo akhir” akun penjualan Januari 2013? Jawab: Rp 110,000,000
Catatan Penting:
Ada 2 catatan penting yang ingin saya sampaikan, khususnya untuk rekan calon akuntan yang belum pernah bekerja:
Pertama, pada pekerjaan akuntansi yang sesungguhnya, di era komputerisasi sekarang ini, anda tidak akan menggunakan T-Account. Tampilan buku besar (ledger) yang sesungguhnya, baik di Excel atau software akuntansi, sama persis seperti contoh ledger di atas, anda TIDAK AKAN PERNAH MENJUMPAI YANG NAMANYA T-ACCOUNT.
Transaksi dalam buku besar atau ledger cukup ditampilkan berurut berdasarkan tanggal, tentunya dengan nilai positive dan negative pada masing-masing transaksi. Nilai negative dalam ledger mungkin hanya berupa tanda minus (-) atau angka berwarna merah atau angka di dalam tanda kurung (000). Saldo bisa diketahui hanya dengan menjumlahkan keseluruhan nilai transaksi baik positive maupun negative.
Kedua, dalam praktek pekerjaan sehari-hari, yang namanya “saldo” tidak selalu di akhir periode (akhir bulan/kwartal/semester/tahun). Bisa saja atasan atau anggota manajemen yang lain meminta “Berapa saldo penjualan hari ini?” atau “Berapa saldo piutang kemarin”, dan lain sebagainya.
Contoh:
Menggunakan contoh ledger penjualan tadi, jika atasan bertanya “Berapa saldo tanggal 15 Januari 2013?
Jawab: Rp 100,000,000.
Darimana dapat angka tersebut?
Dari hasil penjumlahan saldo awal januari dan transaksi-transaksi penjualan sepanjang 1 s/d 15 Januari 2013, sebagai berikut:
01 Jan 2013, Saldo Awal Penjualan               = Rp 0
03 Jan 2013, Penjualan ke PT. ABC                = Rp 35,000,000 >>> Positive
03 Jan 2013, Diskon Penjualan ke PT. ABC = (Rp 5,000,000) >>> Negative
15 Jan 2013, Penjualan ke PT. XYZ                = Rp 70,000,000 >>> Positive
15 Jan 2013, Saldo Akhir                                    = Rp 100,000,000
Bagaimana jika jumlah transaksi mencapai ribuan? Anda bisa menggunakan Excel tentunya.
Lebih bagus lagi jika menggunakan software atau aplikasi akuntansi. Dengan software, setiap kali anda mencatat suatu transaksi, software akan secara otomatis mengklasifikasikannya ke dalam akun yang sesuai. Sehingga, praktis, saldo akun bisa diketahui sewaktu-waktu, tidak selalu harus di akhir periode (bulan/kwartal/semester/tahun).
Anda masih mengikuti? Sudah ngantuk atau malah pusing?
Sampai di sini, bisa disimpulkan beberapa hal:
  • Akun, adalah penampung transaksi-transaksi keuangan yang sudah terklasifikasi.
  • Akun-akun, di kelompokan ke dalam sub-sub akun.
  • Sekumpulan sub-akun, membentuk jenis akun (temporal dan permanent) yang juga menjadi komponen utama laporan keuangan (Laba Rugi dan Neraca).
  • Buku Besar (Ledger), adalah kumpulan transaksi-transaksi yang ada dalam suatu akun.
  • Saldo Akun, jika menggunakan format T-Account, adalah selisih atau penyeimbang antara total nilai transaksi bernilai negative dengan positive. Sedangkan jika memakai ledger yang tidak berformat T-account, maka saldo akun adalah total keseluruhan nilai transaksi—baik positive maupun negative—yang ada di dalam suatu akun.
  • Saldo Akhir, adalah saldo di akhir periode.
  • Saldo Awal, adalah saldo di awal periode.
Pembahasan topik akun, jenis dan nama akun, dalam akuntansi, saya pikir sudah lebih dari cukup (Ucapan terimakasih kepada Mas Unyu yang telah membantu saya editing dan format tulisan).
Untuk memperkaya topik ini, seperti disarankan oleh admin senior JAK (Mas Budhi), di tulisan berikutnya, saya berencana untuk membahas teknik membuat kode akun dan bagan akun. Ini penting, khususnya bagi rekan akuntan dan calon akuntan yang ingin belajar setup akun dalam rangka menyiapkan sistem akuntansi di perusahaan. Untuk sementara, jika ada pendapat, komentar, pernyataan, saran, kritik, sehubungan dengan tulisan perdana saya ini, silahkan disampikan di ruang komentar di bawah. Oh ya anda juga bisa berkomentar dengan menggunakan akun Facebook.

http://jurnalakuntansikeuangan.com/2013/01/akuntansi-dasar-akun-jenis-dan-nama-akun-menurut-akuntansi/

Neraca: Klasifikasi Aset dan Liabilitas Sesuai IFRS

By : Irfan Setiawan

Khususnya di perusahaan publik, urusan klasifikasi aset dan liabilitas, dalam neraca, bisa menjadi sumber tantangan tersendiri, terutama bagi perusahaan yang menerpakan pelaporan keuangan sesuai IFRS untuk pertamakalinya. Misalnya: transaksi apa saja yang masuk pos “setara kas’? Apakah sertifikat deposito masuk klasifikasi kas?
Di perusahaan yang berstatus non-publik, terutama bagi pemula, mengklasifikasikan transkasi masih menjadi kesulitan utama—“transaksi ini masuk ke akun mana?” masih menjadi pertanyaan yang paling sering dilontarkan.
Melalui tulisan ini, JAK ingin bahas mengenai klasifikasi aset dan liabilitas sesuai IFRS, khususnya IAS 1. (IAS = International Accounting Standard)
Ada 2 alasan mengapa klasifikasi aset dan liabilitas sangat penting untuk dipahami oleh akuntan—baik yang menangani perusahaan publik maupun non-publik:
  • Mengklasifikasikan transaksi apapun itu (termasuk aset dan liabilitas) adalah salah satu langkah penting dalam siklus akuntansi. Salah mengklasifikasikan transaksi bisa mengakibatkan salah-saji yang bersifat material pada laporan keuangan.
  • Aset dan liabilitas adalah 2 kelompok akun utama, dalam laporan posisi keuangan (alias “Neraca”), yang menampung sebagian besar transaksi di dalam perusahaan. Bisa dibilang, sebagian besar transaksi masuk kelompok aset dan liabilitas. Alangkah kacaunya laporan keuangan bila klasifikasi kedua kelompok akun ini kacau-balau.
Sebelum masuk ke klasifikasi aset dan liabilitas ada baiknya kalau kita lihat, terlebih dahulu, bagaimana penyajian laporan posisi keuangan, secara umum.

Bagaimana Laporan Posisi Keuangan Disajikan (Sesuai IFRS)?

Seperti sudah disampaikan di awal, kelompok aset dan liabilitas adalah komponen utama Neraca, selain “ekuitas pemilik” (shareholder’s equity).
Neraca, secara umum, menyajikan informasi (baca: laporan) mengenai kekayaan perusahaan dan klaim-klaim sehubungan dengan kekayaan tersebut. Klaim dalam hal ini, bisa berupa utang atau kepemilikan saham oleh pihak luar (kreditur dan pemegang saham).
Secara konseptual, penyajian laporan keuangan (termasuk penyajian aset dan liabilitas), diatur dalam “Kerangkerja IASB”. Sedangkan teknisnya diatur dalam “IAS 1”. Untuk kita di Indonesia, ketentuan yang sama dituangkan dalam PSAK 1.
Barangkali ada yang belum tahu, sejak revisi IAS 1, judul laporan “Neraca” berubah menjadi “Laporan Posisi Keuangan” (Statement of Financial Position). Menurut IASB, istilah “laporan posisi keungan” lebih mewakili fungsi yang sesungguhnya. Sementara “Neraca”, meskipun mewakili konsep ‘double-entry’—dimana sisi debit dan kredit harus selalu dalam kondisi seimbang (=balance)—tidak cukup deskriptip menyebutkan informasi apa yang disajikan di dalamnya.
Lain daripada itu, menurut IASB, istilah “posisi keuangan” telah lama digunakan oleh kalangan auditor di seluruh dunia sejak bertahun-tahun yang lalu, bahkan sebelum IFRS lahir.
Pertimbangan-pertimbangan itulah mengapa istilah “Neraca” digantikan dengan “Laporan Posisi Keuangan”.
Catatan: IASB singkatan dari “International Accounting Standard Board”, sebuah badan khusus, bermarkas di London (Inggris) sana, yang menyusun standar akuntansi internasional yang rencananya diberlakukan diseluruh negara di dunia (meskipun belum semua negara menerapkan IFRS, sampai saat ini, termasuk AS dan Jepang).
Kembali ke penyajian “laporan posisi keuangan” (alias Neraca) menurut Kerangkakerja IASB dan IAS 1. Untuk disajikan dalam laporan keuangan, suatu even ekonomis (=transaksi) harus memenuhi ketentuan mengenai: definisi, pengukuran, dan pengakuan, seperti yang tertuang dalam dalam Kerangkakerjanya IASB.
Laporan Posisi Keuangan (Neraca), secara ringkas, disajikan sebagai berikut:
Aset          = Rp xxx
Liabilitas    = Rp xxx
Ekuitas Pemilik = Rp xxx
Dimana,
Aset = Liabilitas + Ekuitas Pemilik
Penyajian aset, menurut IAS 1, dipisahkan menjadi 2 kelompok, yaitu:
(1) Aset Lancar (current assets); dan
(2) Aset Tak Lancar (noncurrent assets)
Liabilitas-pun dipisahkan menjadi 2 kelompok, yaitu:
(1) Liabilitas Lancar (current liabilities); dan
(2) Liabilitas Tak Lancar (noncurrent liabilities)
Catatan: Sedikit berbeda dengan IAS 1 (IFRS aslinya), dalam PSAK 1 liabilitas dibagi menjadi (1) liabilitas jangka pendek; dan (2) liabilitas jangka panjang. Menurut saya pribadi, penggunaan “jangka panjang” dan “jangka pendek” khusus untuk liabilitas, lebih pas. Untuk itu, dalam tulisan ini saya akan menggunakan istilah ini—meskipun ini ulasan mengenai IFRS (IAS 1).
Selanjutnya mari kita lihat, pengklasifikasian untuk masing-masing kelompok—baik aset maupun liabilitas.

Klasifikasi Aset Lancar Sesuai IFRS

Suatu aset diklasifikasikan ke dalam kelompok “aset lancar” apabila memenuhi salahsatu kriteria berikut ini:
  • Dalam bentuk kas atau setara-kas yang penggunaannya tidak dibatasi (untuk menyelesaikan laibilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan); atau
  • Diharapkan dapat direalisasikan dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal laporan posisi keuangan (=tanggal neraca); atau
  • Diharapkan dapat direalisasikan, baik digunakan/dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual kepada pihak lain, dalam “siklus operasi normal” perusahaan; atau
  • Dimiliki untuk maksud diperdagangkan
Jika tak satupun dari keempat kriteria di atas terpenuhi, maka suatu aset diklasifikasikan ke dalam kelompok “aset tak lancar”.
Kiranya perlu disadari bahwa, yang dimaksud dengan “siklus operasi normal” pada salahsatu kriteria di atas adalah: RENTANG WAKTU sejak perolehan (=pembelian) aset, diproses (jika ada), hingga dapat direalisasikan atau diubah ke dalam bentuk bentuk kas atau setara kas (bahasa awamnya = terjual).
Note: PSAK 1 menambah bahwa, “ketika siklus operasi normal entitas tidak dapat diidentifikasikan secara jelas, maka diasumsikan selama 12 bulan.”
Itu sebabnya mengapa “persediaan” dan “piutang” masuk kelompok aset lancar, meskipun belum tentu dapat direalisasikan dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal laporan.
Khusus untuk aset lancar yang tidak bisa direalisasikan dalam jangka 12 bulan setelah tanggal pelaporan, IAS 1 memandatkan agar nilai (=amount) yang diperkirakan baru bisa direalisasika di tahun buku berikutnya, dijelaskan lebih rinci di dalam “penjelasan laporan keuangan”—istilahnya “disclosed”.
Menggunakan ketentuan di atas, maka yang bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok aset lancar adalah item-item berikut ini:

1. Kas dan Setara Kas

Kunci pemahamannya sederhana: apapun yang BISA DITABUNG DI BANK dan BISA DITARIK DALAM WUJUD KAS SEWAKTU-WAKTU, dianggap “KAS“. Misalnya: uang kertas, koin, check yang belum diuangkan, termasuk kas yang sudah tersimpan di bank. Sedangkan sertifikat deposito, BUKAN KAS, sebab ada pembatasan jangka waktu penarikan.
Untuk bisa diklasifikasikan sebagai “aset lancar” kas harus tersedia untuk digunakan. Menurut IAS 1, kas yang disimpan tidak untuk digunakan dalam periode ini atau penggunaannya dibatasi dan belum akan boleh digunakan dalam siklus operasional normal, TIDAK diklasifikasikan sebagai aset lancar.
Sedangkan yang diklasifikasikan ke dalam pos “Setara Kas” (cash equivalents), menurut IAS 7, adalah investasi jangka-pendek bersifat likuid yang (1) siap diuangkan dengan nilai pasti; dan (2) sudah mendekati masa jatuh tempo pencairan (biasanya memiliki jangka waktu pencairan 3 bulan atau kurang), tidak memiliki risiko perubahan nilai yang signifikan—akibat perubahan suku bunga. Misalnya: treasury bills, commercial paper, dan reksadana pasar uang.

2. Investasi Jangka-Pendek Untuk Diperdagangkan

Insrumen investasi yang dimaksudkan untuk dijual kembali dalam jangka pendek—guna memperoleh keuntungan—masuk kelompok “aset lancar”. Masuk kelompok ini antara lain: efek sekuritas dan sekuritas ekuitas yang dibeli untuk maksud diperjualbelikan. Aset derivative keuangan, rata-rata masuk dalam kelompok ini, kecuali yang dimaksudkan untuk tujuan pemagaran (hedging).

3. Piutang Dagang (Piutang)

“Piutang Dagang” atau “Piutang” saja (accounts receivable), adalah sejumlah tagihan kepada pelanggan yang timbul dari operasional normal perusahaan.
Masuk dalam kelompok ini antara lain: piutang pada pelanggan, piutang pada perusahaan afiliasi, piutang pada karywan (staf, manager, eksekutif). Jika ada cadangan piutang atau penurunan nilai piutang akibat adanya diskon, retur penjualan, dan piutang tak tertagih, harus dirinci dalam “penjelasan laporan keuangan”.

4. Persediaan

“Persediaan” (inventory), menurut IAS 2, adalah aset tersimpan, entah untuk digunakan sendiri (misal: bahan baku, barang dalam proses) atau untuk dijual ke pihak lain (misal: persediaan barang jadi), dalam kurun waktu operasional normal perusahaan.
Dasar penentuan nilai persediaan—yang saat ini dibatasi hanya dalam metode FIFO dan metode biaya rata-rata tertimbang (weighted-average cost)—harus disebutkan dengan jelas dalam “penjelasan laporan keuangan”. Khusus di perusahaan manufaktur, bahan baku, barang dalam proses, dan barang juga harus disclosed secara terpisah, entah itu di catatan kaki atau dalam “penjelasan laporan keuangan”.

5. Uang Muka Biaya (Biaya Dibayar Dimuka)

Sederhananya, “Uang Muka Biaya” (prepaid expenses) adalah aset yang timbul akibat pembayaran muka untuk biaya yang manfaatnya tidak habis terpakai dalam satu periode. Bisa juga disebut “Biaya Dibayar Dimuka.” Misalnya: sewa dibayar dimuka, asuransi dibayar dimuka, dan aset pajak tangguhan jangka pendek.

Klasifikasi Aset Tak Lancar Sesuai IFRS

Seperti PSAK 1, IAS 1 juga menggunakan istilah “tak lancar” (noncurrent) untuk aset berwujud dan tak berwujud—baik itu aset keuangan dan operasional—yang digunakan dalam jangka panjang. Baik PSAK 1 maupun IAS 1, sama-sama tidak mematok penggunaan istilah ini secara pasti. Artinya, entitas diperkenaankan untuk menggunakan istilah lain (“aset tetap/fixed asset” misalnya), sepanjang jelas dan lumrah digunakan, sehingga bisa dipahami oleh pengguna laporan keuangan.
Masuk ke dalam klasifikasi “Aset Tak Lancar’ antara lain:

1. Investasi Bersifat “Held-to-maturity”

Masuk dalam kelompok ini adalah instrument investasi yang disimpan hingga jatuh tempo, yang biasanya berjangka waktu panjang. Misalnya: efek hutang (debt securities), efek ekuitas, dan saham istimewa yang wajib ditebus oleh pihak lain (istilahnya “redeemed preferred shares“). Investasi jenis ini diukur pada biaya teramortisasi.

2. Property Investasi

Yang dimaksud dengan “Property Investasi” (investment property) adalah property (=tanah, bangunan/gedung) yang diperoleh bukan untuk digunakan dalam operasional perusahaan secara normal, melainkan untuk mendapat keuntungan tertentu, misalnya: dengan cara disewakan atau dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.
Property investasi, awalnya, diukur sebesar nilai perolehannya. Selanjutnya, seiring waktu, property investasi diukur entah dengan menggunakan metode fair value atau model pengukuran berdasarkan biaya perolehan.

3. Tanah, Bangunan, Mesin dan Peralatan

Masuk dalam kelompok ini adalah bangunan, mesin dan peralatan, yang digunakan dalam operasional perusahaan guna menghasilkan barang/jasa, memiliki umur ekonomis lebih dari satu tahun buku.
Masuk dalam kelompok ini, antara lain: tanah, bangunan/gedung, mesin, peralatan, furniture, dan kendaraan.
Akumulasi penyusutan atas kelompok aset tak lancar ini harus disajikan dalam laporan keuangan atau di catatan kaki atau di bagian penjelasannya. Misalnya:
Bangunan                                                = xxx
Dikurangi akumulasi penyusutan = (xxx)
Nilai buku bangunan                          = xxx
Atau
Bangunan (net dari akumulasi Rp xxx) = xxx
Metode yang digunakan dalam menghitung penyusutan, harus disebutkan di bagian “penjelasan laporan keuangan”.

4. Aset Tak Berwujud

Aset Tak Berwujud” (intangible assets) adalah aset tak lancar perusahaan yang tidak memiliki wujud fisik, akan tetapi diharapkan akan mendatangkan manfaat—baik di masa kini maupun di masa yang akan datang.
Masuk dalam klasifikasi ini adalah:
  • Aset tak berwujud yang bisa diidentifikasi (misal: goodwill); dan
  • Aset tak berwujud yang tidak bisa diidentifikasi (misal: merk dagang, patent, copyrights, dan biaya oragnisasional).
IAS 38 mengharuskan perusahaan untuk mengamortisasi aset tak berwujud. Seperti halnya aset berwujud, akumulasi amortisasi aset tak berwujud-pun harus dinyatakan dengan jelas dalam laporan keuangan atau dicatatan kaki atau di bagian penjelasannya.

5. Aset Dimiliki Untuk Dijual

Sedikit mirip dengan property investasi, hanya saja “aset dimiliki untuk dijual” tidak harus direncanakan sejak awal. Jika perusahaan berencana untuk menjual sekelompok aset, mesikpun tadinya digunakan untuk operasional, maka aset tersebut harus diklasifikasikan sebagai “aset dimiliki untuk dijual”.
Menurut IFRS 5, “aset dimiliki untuk dijual” diukur sebesar nilai buku yang lebih rendah atau nilai wajar dikurangi ongkos penjualan.

6. Aktiva Lain-lain

Segala aset tak lancar yang tidak bisa dimasukan ke dalam 5 klasifikasi di atas, masuk ke kelompok ini. Misalnya: “Uang Muka” yang baru akan habis dibiayakan dalam jangka waktu lama (panjang), “Aset Pajak Tangguhan” yang waktu pemulihannya lama atau tidak pasti.

Klasifikasi Liabilitas Jangka Pendek Sesuai IFRS

Suatu liabilitas (=kewajiban), menurut IAS 1, masuk klasifikasi “Jangka Pendek” (atau Lancar) apabila:
  • Diharapkan bisa diselesaikan (=dibayar/dilunasi) dalam kurun waktu operasional normal perusahaan; atau
  • Jatuh tempo dalam jangka waktu tidak lebih dari 12 bulan dari tanggal laporan posisi keuangan (=tanggal neraca); atau
  • Dimiliki untuk maksud diperdagangkan; atau
  • Entitas tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian laibilitas selama sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan.
Jika tak satupun diantara keempat kriteria di atas terpenuhi, maka suatu liabilitas diklasifikasikan sebagai “liabilitas jangka panjang”.
Masuk dalam klasifikasi liabilitas jangka pendek, antara lain:
1. Kewajiban yang timbul dari pembelian barang atau jasa yang digunakan dalam operasional normal perusahaan, diantaranya:
  • Utang Dagang
  • Utang Tertulis Jangka Pendek
  • Utang Upah dan Gaji Pegawai
  • Utang Pajak
  • Utang Lain-lain
2. Pembayaran diterima dimuka yang mengakibatkan timbulnya kewajiban untuk menyerahkan barang atau jasa di masa yang akan datang, misalnya:
  • Pendapatan Diterima Dimuka
  • Deposit Dari Pelanggan
  • Sewa Diterima Dimuka
3. Kewjiban lain yang akan jatuh tempo di periode berjalan, misalnya: promes yang akan segera jatuh tempo.
Lebih jauh lagi, laibilitas lainnya yang masuk klasifikasi jangka pendek adalah: liabilitas  tidak diselesaikan dalam siklus operasi normal tetapi jatuh tempo untuk diselesaikan dalam waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan atau dimiliki untuk tujuan diperdagangkan. Misalnya:
  • Liabilitas keuangan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk diperdagangkan;
  • Cerukan bank;
  • Bagian jangka pendek dari laibilitas keuangan jangka panjang;
  • Dividen terutang;
  • Pajak penghasilan terutang; dan
  • Terutang nonusaha lainnya
Khusus “Liabilitas Keuangan”. IAS 1 mengijinkan perusahaan mengakui suatu liabilitas keuangan jangka pendek apabila liabilitas tersebut akan jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan, meskipun:
  • kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas bulan; dan
  • perjanjian untuk pembiayaan kembali atau penjadwalan kembali pembayaran, atas dasar jangka panjang telah diselesaikan setelah periode pelaporan dan sebelum tanggal penyelesaian laporan keuangan.

Klasifikasi Liabilitas Jangka Panjang Sesuai IFRS

Kewajiban-kewajiban yang akan terselesaikan melebihi siklus operasional normal perusahaan masuk klasifikasi “Liabilitas Jangka Panjang”, antara lain:
  • Kewajiban yang timbul sebagai bagian dari strukturisasi modal perusahaan berjangka panjang, misalnya: pinjaman bank jangka panjang, promes, kewajiban sewa jangka panjang.
  • Kewajiban yang timbul tidak dari opersional normal perusahaan, misalnya: kewajiban premi pensiun, liabiltas pajak tangguhan yang penyelesaiannya belum diketahui secara pasti.
Semoga cukup jelas, dan membantu anda dalam menentukan klasifikasi aset dan liabilitas sesuai dengan ketentuan IFRS.

http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/11/neraca-klasifikasi-aset-dan-liabilitas-sesuai-ifrs/

Delapan Pelajaran Dakwah dari Kisah Yusuf

By : Irfan Setiawan

Sayyid Qutb menyatakan dalam tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an, bahwa satu-satunya surah yang Allah turunkan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pada masa-masa sulit dalam sejarah dakwah dan kehidupannya, adalah surah Yusuf. Surah ini diturunkan antara ‘amul huzni (tahun duka cita karena kematian Abu Thalib dan Khadijah) dan antara baiat Aqabah pertama yang dilanjutkan dengan Baiat Aqabah kedua. Pada saat itu selain mengalami kesedihan karena ditinggal dua orang yang menjadi sandarannya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga mengalami kesedihan akibat pengasingan dan keterputusan hubungan di tengah-tengah masyarakat Quraisy.
Maka Allah menceritakan kepada Nabi-Nya yang mulia ini kisah Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim, yang juga mengalami berbagai macam ujian dan cobaan. Yaitu ujian berupa tipu daya dari saudara-saudaranya, dimasukkan ke dalam sumur dengan penuh rasa takut. Kemudian menjadi budak yang diperjual belikan dari satu tangan ke tangan yang lain, dengan tidak ada perlindungan dari orang tua dan keluarganya. Setelah itu ia diuji dengan tipu daya dari istri penguasa Mesir. Selanjutnya ia diuji dengan dimasukkan ke dalam penjara setelah sebelumnya hidup dalam kelapangan dan kemewahan di istana sang penguasa.
Setelah diuji dengan kepahitan, berikutnya Yusuf diuji dengan kemakmuran dan kekuasaan yang mutlak ditangannya, mengatur urusan pangan dan perekonomian masyarakat. Akhirnya ia diuji berupa rasa kemanusiaan dalam menghadapi saudara-saudaranya yang dahulu telah memasukkannya ke dalam sumur dan merekalah yang menjadi sebab bagi ujian-ujian dan penderitaan dalam hidupnya.
Semua ujian dan cobaan itu dihadapi Yusuf dengan sabar sambil terus mendakwahkan Islam dari celah-celahnya. Pada akhirnya ia dapat lepas dari semua ujian dan cobaan itu.
Surah ini, kata Sayyid Qutb, bertujuan untuk menyenangkan, menghibur, dan menenangkan serta memantapkan hati orang terusir, terisolir, dan menderita, yakni Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Didalamnya diisyaratkan tentang berlakunya sunnah Allah ketika para rasul sudah merasa putus asa menghadapi kaumnya, bahwa akan ada jalan keluar yang membawa kepada kegembiraan yang didambakan setelah sekian lama mengalami ujian dan cobaan.[1]
Ahsanul Qasasi
Surah Yusuf disebut oleh Allah Ta’ala sebagai ahsanul qasasi (kisah yang paling baik),  karena di dalamnya banyak mengandung ‘ibrah (pelajaran) bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf, 12: 111).
Secara khusus surah ini pun menjadi bekalan yang sangat berharga bagi harakah Islamiyah di masa kini untuk menyiapkan kesabaran di atas kesabaran dalam mengarungi kehidupan, terlebih lagi dalam mengarungi kehidupan perjuangan di jalan Allah.
Sedikitnya ada delapan pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari surah Yusuf ini,
Pertama, pelajaran tentang perlunya mewaspadai kaum pendengki dengan cara merahasiakan berita yang mungkin dapat mengusik mereka.
Ucapan Ya’qub kepada Yusuf yang dimuat dalam ayat 4 – 5 menggambarkan hal ini:
(Ingatlah), ketika Yusuf Berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, Sesungguhnya Aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.” Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
Ibnu Katsir mengatakan bahwa Ya’qub mengkhawatirkan Yusuf akan menceritakan mimpinya kepada salah seorang saudaranya, padahal mimpi itu dapat menimbulkan kedengkian diantara mereka, karena takwil mimpi itu menggambarkan ketundukan, penghormatan, pengagungan, dan pemuliaan mereka kepada Yusuf dengan berlebihan hingga mereka tersungkur sambil bersujud.
Ayat ini memberikan pelajaran kepada harakah Islamiyah untuk berhati-hati dalam menyampaikan materi dakwah. Tidak semua berita harus diberitakan segera. Tidak semua ilmu harus disampaikan segera. Adakalanya berita-berita harus ‘disembunyikan’ untuk menghindarkan diri dan jama’ah dari kemudharatan yang mungkin timbul. Apalagi kaum pendengki senantiasa mencari celah untuk menghantam dan melemahkan harakah Islamiyah.
Islam bahkan mengajarkan, kadang-kadang bukan hanya ‘berita buruk’ saja yang harus disembunyikan, tetapi juga ‘berita baik’.
Masih ingat kisah Abu Hurairah dan sandal Rasulullah? Perhatikanlah kisah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini:
Suatu hari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan sandal beliau kepada Abu Hurairah seraya berkata, “Hai Abu Hurairah, pergilah kamu, bawa sandalku ini. Lalu, siapa saja yang kamu temui di balik tembok ini,  yang telah menyatakan bahwasanya tiada Tuhan melainkan Allah, dengan sepenuh keyakinan hatinya, maka berilah kabar gembira kepadanya, dia akan masuk surga.”
Maka yang pertama-tama ditemui Abu Hurairah ialah Umar bin Khattab. Dia bertanya, “Apa maksud sepasang sandal ini, Hai Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab: “Ini sandal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menyuruh aku membawanya (dengan pesan), siapa saja yang aku temui telah menyatakan, bahwasanya tiada Tuhan melainkan Allah dengan sepenuh keyakinan hatinya, maka aku beri kabar gembira, dia bakal masuk surga.”
Mendengar hal itu, tiba-tiba Umar menghantamkan tangannya ke dada Abu Hurairah sampai ia jatuh terduduk, seraya berkata, “Kembali, hai Abu Hurairah!”. Maka Abu Hurairah pun kembali menemui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam setengah menangis, sementara Umar membuntutinya.
“Kenapa kamu hai Abu Hurairah?” Tanya Rasul kepada Abu Hurairah. Ia menjawab, “Saya bertemu Umar, lalu saya beritahu dia apa yang telah tuan perintahkan kepadaku, tapi tiba-tiba dia memukul dadaku sampai aku jatuh terduduk, seraya menyuruh aku kembali.”
“Hai Umar,” Rasul bertanya kepada Umar, “Kenapa kamu melakukan seperti ini?”
Umar menjawab, “Ya Rasulullah, aku tebus engkau dengan ayah bundaku, benarkah engkau menyuruh Abu Hurairah membawa sandalmu (dengan berpesan), barangsiapa yang dia temui telah menyatakan tiada Tuhan melainkan Allah dengan sepenuh keyakinan hatinya, maka dia beri kabar gembira bakal masuk surga?”
“Benar,” jawab Rasul. Maka Umar menyarankan, “Jangan lakukan itu. Karena saya benar-benar khawatir orang-orang akan mengandalkan kata-kata itu saja. Sebaiknya, biarkanlah mereka beramal.” Akhirnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Kalau begitu, biarkan mereka.”
Dari hadits ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa realita pemahaman masyarakat kadang-kadang mengharuskan kita untuk sabar dan tidak tergesa-gesa dalam melaksanakan tahapan ini atau itu dalam berdakwah.
Kita hendaknya menyampaikan dakwah hanya kepada orang yang telah siap mendengarkan dan menghargainya serta memahami di mana posisi dari perkara yang diserukan dalam Islam secara keseluruhan.
Sudah seharusnya pula kita menyampaikan dakwah pada saat yang tepat, pada tempat dan kerangka yang bisa memperjelas hakekat dan arti sebenarnya dari perkara yang diserukan tersebut, serta dapat menghilangkan keraguan yang mungkin terjadi. Jangan sampai dakwah menimbulkan kesalahfahaman orang terhadap sistem Islam, karena ada masalah-masalah yang baru bisa difahami setelah memahami dulu masalah-masalah lainnya.
Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menyetujui pandangan Umar untuk mencegah tersebarnya kabar gembira seperti di atas di kalangan orang banyak saat itu. Meskipun akhirnya Abu Hurairah menyampaikan juga hadits ini, tentu saja ketika dia tahu telah tiba saatnya yang tepat bagi kaum muslimin untuk memahaminya secara tuntas.[2]
Kembali lagi pada masalah kewaspadaan terhadap kaum pendengki, dalam ayat ini pun di isyaratkan bahwa kaum pendengki itu tidak selalu berasal dari kalangan eksternal, tapi mungkin juga datang dari kalangan internal.
Walaupun memiliki hubungan darah, saudara-saudara Yusuf ternyata merasa cemburu, iri, dan dengki, sehingga tega merencanakan makar dengan didasari kepentingan yang sama. Mereka merekayasa tipu daya, kebohongan, bersandiwara, dan mengajukan bukti-bukti palsu demi untuk memuaskan kedengkian mereka kepada Yusuf. Bahkan saking dengkinya, diantara saudara-saudara Yusuf ada yang mengusulkan upaya pembunuhan terhadap Yusuf. (lihat: surah Yusuf ayat 8 – 18).
Kedua, pelajaran tentang pentingnya menghadirkan kesabaran dalam menghadapi makar musuh.
Di jalan dakwah ini, seorang aktivis harus memiliki kesiapan mental untuk menghadapi makar para pendengki dan musuh dakwah. Karena makar itu adakalanya mencoreng kehormatan dan menjadikan mereka terhina. Namun yakinilah, selama mereka ikhlash dalam melangkah, Allah Ta’ala akan senantiasa membimbing dan menolongnya. Apalagi cobaan itu hanyalah untuk sementara waktu saja sifatnya.
Kisah dalam surah Yusuf mengajarkan bahwa harus ada kesabaran di atas kesabaran dalam menghadapi ujian dan cobaan. Yusuf setelah dimasukkan ke dalam sumur dan dipungut oleh kafilah dagang, dijadikan budak belian yang begitu terhina. Bahkan di ayat 20 disebutkan, beliau dijual dengan harga yang murah,
“Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.”
Sesungguhnya kesabaran itu akan menggiring kita pada kebangkitan. Makar para pendengki kadang menjadi kesempatan bagi para da’i untuk mengkonsolidasikan kekuatan. Ia menjadi wahana tarbiyah rabbaniyyah dalam rangka mematangkan kesiapannya mengarungi medan yang lebih luas.
Lihatlah Yusuf, karena kesabarannya kemudian Allah menyiapkan untuknya seorang pembeli dari Mesir yang akan memperhatikan dan memuliakannya. Yusuf ditempatkan oleh Allah di negeri Mesir lalu dikuatkanlah ia dengan hikmah dan ilmu, “…dan agar kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi. dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya. Dan tatkala dia cukup dewasa, kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Yusuf, 12: 22).
Tentang ayat ini Sayyid Qutb berkata, “Inilah Yusuf! Saudara-saudaranya menghendaki sesuatu terhadapnya, tetapi Allah menghendaki sesuatu yang lain untuknya. Karena Allah itu berkuasa atas segala urusan-Nya. Sedangkan saudara-saudara Yusuf, mereka tidak berkuasa atas urusan mereka sehingga Yusuf dapat lepas dari tangan mereka dan bebas dari apa yang mereka kehendaki terhadapnya…”
Jadi, makar kaum pendengki kadang malah jadi penghantar menuju kemenangan dan kemuliaan dari Allah. Makar yang mereka rencanakan dijadikan jalan oleh Allah untuk menggenapkan rencana-rencana-Nya.
“Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari.” (QS. An-Naml, 27: 50)
Allahu Akbar wa lillahil hamd!
Ketiga, pelajaran tentang kesadaran akan keniscayaan ujian yang akan datang silih berganti.
Karena ujian adalah sunnatullah yang pasti berlaku dan tidak mungkin dihindari.
Di jalan dakwah ini para da’i pasti mengalami ujian berupa hambatan, rintangan, dan godaan. Semuanya akan datang berturut-turut silih berganti. Yusufpun mengalami hal itu. Setelah sejenak bernafas lega dapat tinggal di istana, datanglah godaan menghampirinya: godaan wanita!
“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: ‘Marilah ke sini.’ Yusuf berkata: ‘Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.’ Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang terpilih.” (QS. Yusuf, 12: 23 – 24)
Namun dengan bekal keimanan, Yusuf mampu menghindarkan dirinya dari perbuatan tercela itu. Ayat ini tidaklah menunjukkan bahwa Yusuf. punya keinginan yang buruk terhadap wanita itu (Zulaikha), akan tetapi godaan itu demikian besarnya sehingga andaikata dia tidak dikuatkan dengan keimanan kepada Allah s.w.t tentu dia jatuh ke dalam kemaksiatan.
Potongan ayat ini menamkan pelajaran yang berharga kepada para pengemban dakwah, bahwa mereka harus selalu waspada pada setiap godaan dunia. Mereka harus selalu memperkuat sikap ihsan. Jangan sampai mengalami disorientasi dalam kehidupan. Dengan demikian mereka perlu melakukan tazkiyatu nafs secara berkesinambungan agar tidak mudah tergoda dunia.
Penolakan Yusuf tersebut ternyata berbuntut panjang. Wanita penggoda Yusuf itu menimpakan kecelakaan berikutnya dengan melemparkan tuduhan keji kepadanya. Jadilah Yusuf tertuduh.
“Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. Wanita itu berkata: ‘Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?’ (QS. Yusuf, 12: 25)
Inilah konsekwensi sikap konsisten pada kebenaran. Bersiaplah dengan fitnah-fitnah yang akan datang. Bersabarlah. Bertahanlah dalam kebenaran. Allah pasti menolong hambanya yang berpegang teguh pada kebenaran dalam situasi sesempit apa pun.
Lihatlah Yusuf, dalam keadaan terpojok dengan tuduhan keji dan berusaha membela diri, ternyata Allah berkenan membelanya dengan cara mendatangkan orang-orang yang adil dan bersikap objektif. Bahkan orang yang menjadi pembela tersebut berasal dari lingkungan keluarga wanita penuduh itu sendiri.
“Yusuf berkata: ‘Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)’, dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: ‘Jika baju gamisnya koyak di muka, maka wanita itu benar dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, Maka wanita itulah yang dusta, dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.’ (QS. Yusuf, 12: 26-27).
Yusuf kemudian diminta merahasiakan kejadian yang memalukan itu (lihat: ayat 29). Tetapi tetap saja berita itu tersebar luas di masyarakat. Meskipun ia tidak bersalah, namun gosip itu tetap saja membuatnya tidak nyaman.
“Dan wanita-wanita di kota berkata: ‘Isteri Al Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), Sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.’ (QS. Yusuf, 12: 30).
Gosip-gosip tidak sedap adalah bentuk lain dari ujian dan cobaan. Setiap da’i harus menghadapinya dengan sabar. Kadang ada segelintir orang yang merekayasa gosip-gosip tidak sedap itu, bahkan sampai pada upaya pemutarbalikan fakta. Inilah yang terjadi kepada Yusuf.
“Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai sesuatu waktu.” (QS. Yusuf, 12: 35)
Tentang ayat ini Ibnu Katsir berkata, “Mereka memenjarakannya (Yusuf) setelah tersiar berita yang mengesankan seolah-olah Yusuflah yang merayu istri Al-Aziz.”
Begitulah, ujian datang bertubi-tubi. Yusuf kemudian dipenjara, meskipun ia tidak bersalah. Ruang geraknya dibatasi demi melindungi aib istri pejabat yang tengah terpikat dan bergelora cintanya. Yusuf tetap bersabar. Di satu sisi ia pun bersyukur karena Allah telah mengabulkan do’anya,
“Wahai Tuhanku, penjara lebih Aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu Aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah Aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS. Yusuf, 12: 33).
Ya, penjara baginya lebih baik daripada terganggu oleh godaan wanita yang tetap bernafsu untuk menundukkannya (lihat: ayat 32).
Keempat, pelajaran tentang dakwah yang tidak kenal henti.
Dalam situasi sesulit apa pun, dan kondisi yang sempit, dakwah tetap harus dikobarkan.
Bersama Yusuf masuk pula ke dalam penjara dua orang pemuda. Keduanya meminta kepada Yusuf  untuk mentakwilkan mimpi mereka, “Sesungguhnya aku bermimpi memeras anggur.” dan yang lainnya berkata: “Sesungguhnya aku bermimpi membawa roti di atas kepalaku, sebahagiannya dimakan burung.” Dua orang pemuda itu adalah pelayan-pelayan raja; seorang pelayan yang mengurusi minuman raja dan yang seorang lagi tukang buat roti.
Perhatikanlah bagaimana Yusuf memanfaatkan kesempatan itu untuk menyampaikan dakwahnya,
“Yusuf berkata: ‘Tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepadamu melainkan aku telah dapat menerangkan jenis makanan itu, sebelum makanan itu sampai kepadamu. yang demikian itu adalah sebagian dari apa yang diajarkan kepadaku oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, sedang mereka ingkar kepada hari kemudian.
Dan aku pengikut agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya’qub. Tiadalah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri (Nya).
Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa
Apa yang kamu sembah selain Dia hanyalah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf, 12: 37- 40).
Ayat ini menggambarkan kepiawaian Yusuf dalam berkomunikasi. Sayyid Qutb berkata, “Tampak sekali metode pembicaraan Yusuf yang halus dalam memasuki jiwa orang tersebut. Tampak pula kecerdasan dan kecerdikannya di dalam mengungkapkan kalimat yang halus dan lembut.”
Mula-mula Yusuf menenangkan mereka dengan mengatakan bahwa dia akan mentakwilkan mimpi mereka. Karena Tuhannya telah mengajarinya ilmu. Namun dengan kepiawaiannya Yusuf mulai menggiring pembicaraan untuk mengenalkan ajaran tauhid yang diyakininya. Setelah seruannya selesai, barulah ia menjelaskan takwil mimpi yang diminta kedua temannya itu.
Sayyid Qutb kembali berkomentar, “Ini merupakan cara masuk yang halus…selangkah demi selangkah…penuh kehati-hatian dan lemah lembut…Kemudian ditanamkan ke dalam hati mereka lebih banyak dan lebih banyak lagi. Dan dijelaskanlah kepada mereka akidahnya dengan sejelas-jelasnya, Disingkapkannya kerusakan akidah mereka dan kaum mereka, serta keburukan realitas kehidupan yang mereka jalani…”
Kisah Yusuf di atas mengajarkan kepada para da’i, bahwa dalam kondisi apa pun dakwah harus tetap dijalankan. Tak kenal henti.  Ayat-ayat di atas mengisyaratkan pula bahwa para da’i harus memiliki visi yang jelas dalam dakwahnya; memiliki target dan memahami prioritas dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan para mad’u.
Ditegaskan di dalam kisah ini bahwa prioritas dakwah adalah seruan kepada tauhid. Kisah Yusuf mengajarkan kepada para da’i untuk tidak terjebak atau membatasi diri  pada hal-hal populis dalam seruan dakwahnya, sementara lupa pada misi utama yang diembannya.
Satu hal lagi yang diajarkan dalam ayat-ayat ini, bahwa upaya-upaya untuk keluar dari kesempitan harus terus dilakukan. Yusuf melakukan hal itu dengan meminta kepada temannya untuk menyampaikan hal dirinya kepada Raja Mesir. Hal ini diharapkan dapat menjadi jalan kebebasannya.
“Dan Yusuf Berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat diantara mereka berdua: ‘Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu.’ Maka syaitan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu tetaplah dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya.” (QS. Yusuf, 12: 42).
Kelima, pelajaran tentang pentingnya para da’i memiliki keunggulan ilmu.
Keunggulan ilmu, mutlak dibutuhkan oleh para da’i. Dengan keunggulan itu mereka dapat memberi dan menawarkan solusi kepada umat. Begitulah kisah Yusuf mengajarkan kepada kita. Saat Raja dibingungkan oleh mimpinya yang aneh Yusuf kemudian mampu menjelaskannya. Ia dapat memprediksi masalah-masalah yang akan menimpa masyarakat dan sekaligus mampu memberikan solusinya (lihat: ayat 43 – 49).
Ayat-ayat ini harus menjadi renungan bagi para da’i masa kini. Sudahkah mereka mampu memberi dan menawarkan solusi pada masyarakat?
Harus difahami bahwa pekerjaan da’i hendaknya tidak hanya terbatas pada urusan perbaikan akidah dan ibadah. Kontribusi mereka hendaknya tidak terbatas pada urusan moral semata. Di dalam kisah ini Allah menyampaikan pesan, bahwa seorang da’i pun harus mampu berbicara tentang ‘masalah dunia’ yang ada dalam realita masyarakat.
Oleh karena itu jama’ah dakwah hari ini, harus mampu menghimpun bibit unggul, menyiapkan iron stock, sebagai upaya turut serta dalam memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Keenam, pelajaran tentang perlunya melakukan upaya rehabilitasi citra dakwah.
Ayat 50 – 53 surah ini menginformasikan bagaimana upaya Yusuf merahabilitasi nama baiknya. Ia telah digosipkan melakukan rayuan kepada majikannya untuk berbuat serong sehingga ia dipenjara. Saat Raja memanggilnya menghadap, Yusuf menolak, ia meminta terlebih dahulu agar Raja melakukan penyelidikan terhadap kasus yang dituduhkan kepadanya. Dengan upayanya itu, tersingkaplah kebenaran. Nama baiknya kembali pulih. Wanita penggoda Yusuf mengakui kesalahannya.
Sikap Yusuf seperti itu dipuji oleh Rasaulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Karena hal itu menunjukkan keutamaan dan kesabaran Yusuf. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ كُنْتُ أَنَا لأَسْرَعْتُ الإِجَابَةَ, وَمَا ابْتَغَيْتُ العُذْرَ (رواه احمد)
“Jika yang dipenjara itu aku, niscaya aku akan bergegas memenuhi ajakan utusan itu dan tidak akan meminta alasan.” (HR. Ahmad).[3]
Pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini adalah perlunya para da’i mengupayakan rehabilitasi atas citra buruk yang disematkan musuh-musuh kepada dirinya dan dakwah. Mereka harus berupaya menutup celah-celah yang mungkin dimanfaatkan oleh para pendengki di kemudian hari.
Citra yang baik sangat dibutuhkan dalam dakwah. Karena ia dapat melahirkan kepercayaan dan dukungan.
Ketujuh, pelajaran tentang kesiapan para da’i berkontribusi dan memikul tanggung jawab kenegaraan.
Saat Raja meminta Yusuf untuk membantu pemerintahannya, Yusuf menawarkan diri untuk mengisi jabatan bendaharawan negara. Hal ini disebutkan dalam ayat 54 – 55,
“Dan raja berkata: ‘Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku’. Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: ‘Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami’.
Berkata Yusuf: ‘Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan’.
Sayyid Qutb menjelaskan bahwa Yusuf hanya meminta jabatan yang diyakininya dapat mengatasi krisis di masa depan. Jabatan yang diyakininya akan melindungi orang-orang dari kematian, melindungi negara dari kehancuran dan kelaparan.
Yusuf tidak meminta kedudukan demi kepentingan diri sendiri, sesungguhnya tugas mencukupi kebutuhan makanan suatu bangsa yang dilanda kelaparan selama tujuh tahun berturut-turut, tidak seorang pun mengatakannya sebagai keberuntungan. Sesungguhnya tugas ini merupakan beban yang dihindari oleh setiap orang.[4]
Point ketujuh ini memperkuat apa yang sudah dijelaskan sebelumnya pada point kelima, bahwa para da’i harus memiliki keunggulan ilmu, dengan begitu ia akan mampu memberikan kontribusi dan siap memikul tanggung jawab (qudratu ‘ala tahammul) demi kemaslahatan masyarakat.
Ayat ini mengisyaratkan sekali lagi kepada para da’i, hendaknya mereka mempersiapkan diri dan tidak segan menjadi pengelola negeri. Mengemban tugas negara untuk memberikan kebaikan kepada masyarakat secara luas, tanpa melihat latar belakang mereka, apa pun suku, agama, dan ras mereka. Karena tugas kita adalah beramal saleh, menebarkan seruan Islam, dan mewujudkan rahmatan lil ‘alamin. Allah tidak menuntut kita untuk berhasil secara total mengislamkan masyarakat seluruhnya, walaupun itu harus kita upayakan dengan keras. Urusan hidayah adalah urusan Allah semata.
Itulah yang dilakukan Yusuf di negeri Mesir. Ia berkontribusi, beramal, dan berusaha menyelamatkan masyarakat dari kelaparan; menyelamatkan negara dari kehancuran. Agama raja dan masyarakatnya yang jauh dari tauhid, tidak menghalanginya untuk menebarkan kebaikan. Tentu saja dengan kekuasaannya, Yusuf terus berusaha menyeru masyarakatnya kepada tauhid, tetapi sekali lagi, urusan hidayah adalah urusan Allah. Al-Qur’an bahkan menyebutkan bahwa Yusuf ‘gagal’ menjadikan masyarakatnya menjadi masyarakat Islam secara menyeluruh.
Allah mengungkapkan hal ini dengan firman-Nya,
“Dan sesungguhnya Telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: ‘Allah tidak akan mengirim seorang (rasulpun) sesudahnya.’ Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu.” (QS. Mu’min, 40: 34)
Ini adalah kalimat yang disampaikan anak paman Fir’aun yang beriman kepada Nabi Musa. Ia menyatakan ini untuk mengingatkan Fir’aun tentang ajaran tauhid yang pernah diserukan di negeri Mesir dahulu kala.[5]
Jadi, Yusuf  telah mengajak mereka beriman dan memberikan bukti-bukti kerasulannya yaitu ajaran-ajaran tentang iman kepada Allah dan berbuat baik, serta mu’jizat-mu’jizat yang diberikan Allah kepadanya. Akan tetapi mereka tetap tidak mau percaya kepadanya. Mereka hanya mematuhinya sebagai seorang menteri atau pembesar negara.[6]
Kenyataan seperti ini menjadi penegasan kepada para da’i bahwa mereka berdakwah semata-mata karena Allah. Mereka berkontribusi dan berbuat kebaikan kepada negara semata-mata karena ibadah kepada-Nya. Jihad siyasi yang dilakukan saat ini adalah sebuah ikhtiar agar mereka mampu beramal lebih banyak dan menunjukkan kepada masyarakat bahwa Islam itu rahmatan lil ‘alamin.
Kedelapan, pelajaran tentang keharusan berbuat baik dan memaafkan kesalahan kaum pendengki.
Ayat 58 – 101 surah ini mengisahkan episode terakhir kisah Yusuf. Bagaimana Yusuf setelah diberikan kedudukan yang mulia mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan baik. Bahkan ia tidak hanya memberikan manfaat kepada rakyat Mesir saja, akan tetapi meluas sampai ke negeri-negeri di sekitarnya.
Disini diceritakan bahwa saudara-saudara Yusuf dari negeri tetangga datang memohon pertolongan. Disinilah Yusuf diuji kembali kesabarannya. Apakah ia tetap sabar atau melampiaskan kemarahannya atas perilaku zalim saudara-saudaranya itu sebelumnya?
Yusuf ternyata memilih untuk bersabar, berbuat baik, dan memaafkan saudara-saudaranya itu.
Dia (Yusuf) berkata: “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang”. (QS. Yusuf, 12: 92).
Begitulah seharusnya seorang mu’min. Begitulah seharusnya para pengemban dakwah bersikap. Kelak ketika mereka diberikan kemuliaan oleh Allah, memiliki kekuasaan dan kehormatan, ia mampu tetap berbuat baik dan memaafkan orang-orang yang pernah mendengki dan mencelakakannya.
Itu pula yang dilakukan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam saat melakukan fathu Makkah. Beliau berseru kepada orang-orang Quraisy, “Wahai orang-orang Quraisy, menurut kalian, bagaimana tindakanku terhadap kalian?” Mereka menjawab, “Kebaikan. Saudara yang mulia. Keponakan yang mulia.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pergilah kalian. Sekarang kalian adalah orang-orang yang merdeka.”[7]
Terakhir, marilah kita renungkan do’a yang dipanjatkan Yusuf kepada Tuhannya,
“Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta’bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (QS. Yusuf, 12: 101)
Demikianlah diantara mutiara-mutiara hikmah yang dapat digali dari kisah yang terbaik ini. Semoga Allah mencurahkan hidayah dan bimbingan kepada kita semua dalam mengarungi jalan dakwah. Amin Ya Rabbal ‘Alamin…

Daftar Bacaan
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid II, Gema Insani Press.
Terjemah Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jilid VI, Sayyid Qutb, Gema Insani Press.
Al-Qur’anul Karim Wa Tafsiruhu, Jilid VIII, Kementerian Agama RI.
Fikih Sirah, Dr. Said Ramadhan Al-Buthy, Hikmah.
Fikih Harakah, Jamal Sulthon, Cahaya Press.

http://www.al-intima.com/sirah/delapan-pelajaran-dakwah-dari-kisah-yusuf

Al-Akh Mujahid, Kader Dakwah dengan 11 Halaqah Binaan

By : Irfan Setiawan

Sebut saja namanya Mujahid. Ia adalah seorang aktivis dakwah yang saat ini mengikuti dua kuliah magister di dua kampus yang berbeda, dan bekerja dengan jam kerja 40 jam per pekan. Penghasilannya 1,6 juta per bulan. Selain kesibukan kuliah dan bekerja, al-Akh Mujahid juga sibuk memegang amanah di dakwah kampus, dakwah sekolah, dan di PKS tingkat Kecamatan di bagian Kaderisasi. Selanjutnya yang luar biasa, al-Akh Mujahid ternyata memiliki amanah 11 (sebelas) halaqah binaan dengan total peserta 99 orang. Binaan remaja setingkat SMA 3 kelompok, setingkat umur mahasiswa 7 kelompok, dan setingkat umur SMP 1 kelompok. Allahu Akbar!
Dengan kesibukannya yang luar biasa tersebut al-Akh Mujahid mengaku tetap bisa diandalkan orang tuanya dalam menjalankan beberapa tugas di rumah.
Karena kesungguhannya dalam melakukan aktivitas tarbiyah, belum lama ini al-Akh Mujahid mendapatkan hadiah satu buah sepeda motor dari Ust. H. Ahmad Heryawan.
Ia menjelaskan alasan mengapa harus dan apa manfaat mengelola banyak kelompok binaan.
Pertama, menurutnya, kebutuhan murabbi amat besar. Ada berapa jumlah kader dakwah di Indonesia? Ada berapa jumlah masyarakat Indonesia? Dengan asumsi kita mengandalkan dakwah model halaqah saja, maka kita butuh banyak murabbi. Kita sangat sering melihat kebutuhan murabbi yang tidak terpenuhi, sampai-sampai terjadi harus digaji untuk mendapatkan murabbi yang siap meluangkan waktunya.
Kedua, kebanyakan orang takut memegang banyak kelompok binaan akan mengganggu amanah yang lain, misalnya kuliah. Menurutnya ia membuktikan sebaliknya. Ketika jumlah halaqah yang dibinanya hanya 1 kelompok, IP (indeks prestasi) nya hanya di bawah 3. Ketika jumlah halaqah yang dibinanya dinaikkan menjadi 5 kelompok, IP-nya meningkat menjadi 3, 25. Dan ketika jumlah halaqah yang dibinanya dinaikkan menjadi 7 kelompok, IP-nya meningkat menjadi 3, 65. Bahkan ia mendapat beasiswa S2  dari kampusnya ketika jumlah halaqah yang dibinanya dinaikkan menjadi 10 kelompok. Hal ini menurut Al-Akh Mujahid menjadi bukti kebenaran janji Allah seperti disebutkan dalam al-Qur’an:
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Q.S. Muhammad: 7)
Ketiga, setiap hari kita punya 16 jam aktif. Berarti sepekan ada 112 jam. Bila 15 jam saja kita isi untuk mengelola 10 kelompok halaqah tentu cukup. Waktu tersebut tidak banyak dibandingkan dengan manfaat dari pahala yang bisa kita dapatkan.
Keempat, setiap selesai mengisi satu halaqah, ia pun seperti terbina oleh materi yang disampaikannya sendiri. Wawasannya seperti dipaksa meluas oleh pertanyaan-pertanyaan para binaan. Ruhiyah juga menjadi lebih terjaga karena hamper tiap hari ia membina halaqah.
Bagaimana cara mendapatkan kelompok halaqah binaan sebanyak itu?
Kalau kita menunggu, menurut al-Akh Mujahid, biasanya kita tidak akan bisa mendapatkannya. Namun kalau kita mau jalan-jalan, banyak sekali lahan dakwah yang membutuhkan mentor. Jumlah SMA di Kota Bandung ada 200-an. Jumlah Kampus ada 100-an. Belum lagi jika dihitung jumlah masjid yang ada di masyarakat.
Bagaimana mengelola kelompok halaqah binaan sebanyak itu?
Mungkin kita berpikir bahwa kalau memegang 10 kelompok halaqah maka harus menyusun 10 materi pembinaan setiap pekannya. Ternyata cara al-Akh Mujahid tidak seperti itu. Ia menyusun satu materi pembinaan untuk disampaikan pada semua kelompok. Maka waktu persiapan jadi hemat. Materi yang disiapkan pun lebih berdaya guna.
Halaqah diagendakan dalam 60 – 90 menit saja. Dan di dalamnya ia tidak harus berbicara terus menerus, tapi lebih banyak diskusi dan mempersilahkan para binaan untuk berpendapat. Disinilah al-Akh Mujahid bisa beristirahat. Selain itu dengan diadakannya presentasi bergilir di antara binaan, ia bisa melatih para binaannya agar siap menjadi murabbi di masa depan.
Al-Akh Mujahid juga memanfaatkan facebook. Ia membuat grup di situs jejaring social itu untuk setiap grup halaqah. Materi-materi yang tidak bisa disampaikan saat halaqah, dapat disampaikan melalui grup facebook tersebut.
Jika ada binaannya yang tidak bisa hadir pada jadwal yang ditentukan, maka ia diharuskan hadir pada jadwal kelompok lain.
Di setiap kelompok al-Akh Mujahid menunjuk satu orang yang bertugas menjarkom dan mencarikan jadwal halaqah serta menanyakan konfirmasi kehadiran anggota. Data kehadiran harus dimasukkan dalam Microsoft excel yang terpadu sehingga bisa di cek bagaimana kehadiran setiap peserta dalam halaqah.
Ada yang mengatakan bahwa memegang banyak kelompok tidaklah akan optimal. Tapi menurut pendapatnya tidak semua kelompok harus diperlakukan secara optimal. Sekedar “cukup” saja ternyata membuat binaan semakin baik. Ia berpikir, lebih baik memegang satu halaqah dengan optimal dan sembilan halaqah lainnya dengan kategori cukup saja, daripada Sembilan halaqah tersebut tidak mendapatkan pembinaan sama sekali.
Agar para binaannya mendapat kualitas pembinaan yang kian prima, al-Akh Mujahid secara bertahap mendelegasikan pembinaan kelompoknya kepada orang lain yang siap. Bila ia tidak bisa hadir dalam halaqah, ia akan berusaha untuk mencari murabbi pengganti sementara.
Agar semangat juang dan kekhusyu’annya dalam membina terjaga, Al-Akh Mujahid biasa mendengarkan nasyid Sang Murabbi dalam perjalanannya menuju tempat halaqah.
Barokallahu laka ya akhi…semoga para aktivis dakwah dapat mengambil teladan dari kesungguhanmu dalam mentarbiyah umat. Semoga Allah Ta’ala senantiasa mencurahkan ampunan, rahmat, barokah, dan keistiqomahan kepadamu dan kepada seluruh aktivis dakwah di negeri ini. Amin….